Halaman

Selasa, 05 Februari 2013

Apa Kabar, Ayah?

Ayah, aku rindu. Ternyata semudah itu menulisnya. Tapi untuk dikatakan di hadapanmu, rasanya sulit.
Kini aku bukan lagi gadis kecil berusia lima tahun yang bisa merengek minta apapun padamu sesuka hatiku. Bukan juga gadis manja lagi yang bisa membuatmu luluh dengan air mataku walaupun hanya setetes. Aku juga sudah tidak bisa dengan mudah mengikuti kemanapun Ayah pergi. Bibirku juga tidak seluwes dahulu untuk bisa mengatakan aku menyayangimu setiap saat kapanpun aku mau.
Kini aku sudah dewasa. Merengek bukan lagi pekerjaanku sehari-hari, air mataku bukanlah senjata yang ampuh lagi, aku punya tempat sendiri untuk aku kunjungi daripada mengikuti kemanapun Ayah pergi, dan bibirku tak bisa bergerak ketika aku ingin mengatakan bahwa aku menyayangimu, bahkan untuk mengatakan rindu aku hanya bisa berkata `Apa Kabar?` pada Ayah. 
Aku tidak mengerti, Ayah. 
Mungkinkah kedewasaanku ini telah menyakiti hati Ayah?
Tapi aku juga sudah tidak pernah mendengar kata sayang maupun rindu dari Ayah.
Mungkinkah kedewasaanku ini telah menyakiti hatiku juga?
Aku yakin di dalam hati Ayah, ayah selalu menyayangiku dan merindukanku setiap saat. 
Karena akupun begitu, selalu mengatakan hal itu dalam hati. 

Apa kabar, Ayah?
Apakah Ayah baik-baik saja?
Aku rindu Ayah.
Jaga kesehatan ya, aku sayang Ayah.

Maaf Ayah, dari keempat kalimat itu hanya satu yang bisa kukatakan secara langsung : Apa Kabar, Ayah?
Kuharap Ayah mengerti. 
Seperti aku yang mengerti arti dari sikap diam Ayah, sejak jarak ini tercipta dan sejak waktu   menghadapkanku pada dua pilihan yang sulit.
I Love You 

*Dari anak yang menutup telinganya setiap kali orang lain menceitakan hal buruk tentangmu, bahkan cerita dari mulut Ibu sekalipun. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar