Halaman

Kamis, 28 Februari 2013

Cinta yang Tak Mungkin - Elyzia

 

Ku pejamkan mata ini
Ku tertidur tanpa lelap
Tapi ku bermimpi kau jadi milikku
Suaramu tetap bernyanyi
Walau sadar ku kian tak ada
Namun ku bahagia lagumu milikku
Indah senyumanmu takkan bisa pudar
Makin indah di hatiku
Walau ku sadari cinta yang tak mungkin jadi
Apapun yang kau ciptakan
Ku akan berjuang dapatkan
Jika kau bahagia aku semakin bahagia
Indahnya wajahmu takkan pernah sirna
Makin terang di hatiku
Walau ku sadari cinta yang tak mungkin jadi
Indah senyumanmu takkan bisa pudar
Makin indah di hatiku
Walau ku sadari itu cinta yang tak mungkin jadi
Meski ku tak bisa memiliki dirimu
Takkan ku berpaling pergi (berpaling pergi)
Makin ku mencintai ku lepas kau kekasih
Biar terbang tinggi cinta yang tak mungkin
Terbang tinggi



Ketika memilikimu menjadi tak mungkin dimataku, kumohon bisikan padaku bahwa ada kesempatan untuk setiap kemungkinan itu
#redrose

Rabu, 27 Februari 2013

Tapi, Inilah yang Terjadi

Sepertinya ada yang salah dengan kisah ini. Coba beri aku waktu berpikir sebentar dan beri aku waktu yang lebih lama untuk menjelaskannya. Ah, di sini letak kesalahannya. Aku terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa aku menyukaimu. Seharusnya aku berpikir dahulu. Seharusnya kubiarkan waktu berjalan lebih lama untuk memastikan bahwa aku benar-benar menyukaimu.
Rasa cinta ini terlalu instan
Aku kalap
Aku kerasukan
Tapi inilah yang terjadi
Sekarang, aku jatuh hati
Dan ini terlalu dalam
Pikiranku dikendalikan
dikendalikan oleh keinginan untuk memiliki
Ini salah,
tapi inilah yang terjadi
Sekarang, aku tak suka
Tak suka melihatmu tertawa dengan yang lain
Tak suka melihatmu tersenyum untuk orang lain
Tak suka jika kau berada dekat dengan orang lain
Aku yakin ini salah,
karena....
Siapa aku?
Apa hakku untuk tak menyukai hal itu?
Cemburu??
Ya aku cemburu.
Tapi, siapa aku???
Faktanya, ini salah
tapi inilah yang terjadi
Aku hanya wanita yang mengagumimu
pengagum rahasia sejak pertemuan itu
Aku hanya wanita yang bersembunyi
Diam-diam menatapi senyumanmu dibalik jendela
Aku bukan siapa-siapa
tapi aku punya cinta
yang mungkin kau takkan pernah menyadarinya

Cinta ini instan, kecemburuan ini tak beralasan, ada yang salah dalam kisah ini, tapi inilah yang terjadi

Selasa, 26 Februari 2013

Destiny


Fiktif, namun begitu berarti.............................

Aku tidak mengerti apa yang membuatmu berbeda. Apa yang membuat mataku hanya tertuju padamu di tengah keramaian itu. Apa yang membuatku berhari-hari penuh tanya "Siapa dirimu?". Berhari-hari pula aku hanya berani menatap gerak-gerikmu dari kejauhan. Hingga akhirnya aku memiliki kesempatan untuk bertanya, seketika bibirku kelu ketika ada di dekatmu. Aku hanya bisa memandangimu yang ternyata dari jarak sedekat itu kau terlihat lebih indah. Aku berpikir betapa bodohnya aku. Mengapa aku hanya terdiam? Tapi ternyata kesempatan keduapun datang. Kini kita saling bicara untuk pertama kalinya. Masih teringat jelas dalam benakku semua kata-kata yang pertama kali kau ucapkan padaku. Bahkan posisi perbincangan kita, cara bicaramu, gaya tertawamu, aku masih ingat semua. Meskipun kau hanya berbicara dua kalimat, bagiku itu indah. Sejak perbincangan itu, aku menemukan titik terang tentang siapa dirimu. Ya, aku tahu sekarang. Mungkin ini yang mereka bilang takdir. Mungkin ini yang mereka bilang cinta pada pandangan pertama. Mungkin ini yang mereka bilang dari mata turun ke hati. Percayalah, aku menyukaimu sejak kau berada sepuluh meter di hadapanku. 

Ketika kita berpapasan kaulah yang selalu menyapaku terlebih dahulu, tapi kau tak pernah tau hanya aku yang akan menoleh ke belakang untuk memperhatikan punggungmu yang menjauh.

Ketika orang lain menatapmu dengan penuh kebencian, hanya mataku yang tesenyum dengan semua tingkah lakumu itu.

Ketika orang lain tak ingin mendengarkan ocehanmu, ketahuilah ada aku disini yang setia memasang telinga meskipun aku tak mengerti apa yang kau ucapkan.

Ketika semua orang mengolok-olok kekuranganmu, kumohon mengertilah setiap kata-kataku padamu takkan pernah mengandung ejekan untukmu.

Ketika mereka bilang kau jahat karena terang-terangan sudah memanfaatkanku, aku percaya akulah yang lebih jahat dari itu. Karena aku diam-diam memanfaatkamu demi terciptanya senyumanku, demi kokohnya semangatku, dan demi abadinya kebahagiaan hari-hariku. 

Pada akhirnya kita memang saling membutuhkan. Aku membutuhkan kehadiranmu, dan kau membutuhkan keberadaanku. Meskipun dengan alasan yang jauh berbeda. 


Percayalah, aku menyukaimu sejak kau berada sepuluh meter di hadapanku




Selasa, 12 Februari 2013

Manusia Sejuta Cita-Cita

Siapa disini yang mempunyai cita-cita sejak kecil tidak pernah berubah hingga sekarang, bahkan hingga terwujud pada akhirnya? 
Selamat untuk kalian yang bisa mengalaminya. :)

Karena cita-cita saya selalu berubah. Tidak konsisten? Mungkin.
Saat belum sekolah saya bercita-cita menjadi seorang dokter hewan. Alasan itu muncul ketika saya merasa kasihan pada cicak yang putus ekornya. Ingin mengobati, tapi bagaimana caranya? 
"saya ingin jadi dokter hewan" Itu yang saya katakan saat itu.

Setelah masuk Sekolah Dasar, perlahan namun pasti cita-cita menjadi seorang dokter hewan pun mulai terlupakan. Saya bercita-cita menjadi seorang guru. Setiap ditanya ingin menjadi apa, saya selalu menjawab ingin menjadi guru. Karena itu adalah pekerjaan yang mulia. Cita-cita itu bertahan selama enam tahun. 

Namun saat saya SMP, saya sempat bercita-cita menjadi seorang pengacara. Waw, saya heran jika mengingat cita-cita yang satu ini. Entah karena alasan apa, tapi saya ingin jadi pengacara. Sepertinya cita-cita tanpa alasan itu tidak bisa bertahan lama, karena saya mulai tertarik dengan dunia jurnalistik setelah itu. Saya tertarik ketika melihat wajah-wajah cerdas itu ada di layar kaca. Meskipun sebenarnya saya tidak terlalu mengaharapkan menjadi seorang Anchor, tapi saya ingin bekerja di dunia jurnalistik. Entah menjadi seorang editor naskah berita, kamerawati, wartawati, atau bahkan pemimpin redaksi mungkin. :p Tapi itulah cita-cita saya yang bertahan cukup lama hingga saya lulus SMA. 

Setelah lulus dari SMA, saya mulai berpikir untuk memantapkan cita-cita saya. Saya merasa, "Mau jadi apa sih saya?"
Tentunya dengan jurusan kuliah yang saya pilih saat ini, yaitu Biologi saya punya cita-cita tersendiri.
Waktu kecil saya belum mengerti diri saya sendiri, sekarang? Sedikit banyak saya mengerti akan dibawa kemana diri saya oleh diri saya sendiri.
Cita-cita itu perlu. Mimpi itu harus. Saya terus bercita-cita dan terus bermimpi. Apapun cita-cita saya tentunya saya berharap akan terwujud. Karena cita-cita dicipatakan untuk di wujudkan bukan?
Lalu, apa cita-cita saya sekarang?
Rahasia. :)
Akankah berubah lagi?
Mungkin saja, tapi satu hal yang saya yakini.
Cita-cita utama saya yang tak pernah berubah hanya satu yaitu hidup untuk membahagiakan orang tua, jadi apapun saya nanti semoga itu akan mewujudkan cita-cita utama saya yaitu membahagiakan orang tua. 

Bagimu yang bercita-cita, teruslah berjalan. Cita-cita selalu berubah itu mungkin saja, tapi akan ada masa dimana kamu menemukan yang tepat dan memang harus kamu perjuangan. Tetap semangat! Gantungkan cita-cita setinggi langit, tapi jangan lupa buatlah cara untuk menggapainya.
:)


Kamis, 07 Februari 2013

Salah, Bukan pada Tempatnya

Mengapa buang sampah sembarangan itu salah?
Karena dibuang bukan pada tempatnya.

Mengapa 2 x 2 = 8 itu salah?
Karena angka 8 diletakkan bukan pada pertanyaan yang tepat. Artinya, bukan pada tempatnya.

Mengapa aku merasa mencintaimu adalah salah?
Mungkin karena aku menjatuhkan cinta di tempat yang salah.
Seharusnya rasa ini tidak boleh muncul. Sedikitpun tidak boleh. Tapi siapa yang berhak melarang manusia untuk jatuh cinta? Tidak ada kan? Bahkan waktu pun ikut campur dalam cerita ini. Dan jarak, tidak mampu lagi menjauhkan rasa cinta yang kumiliki. Karena cinta ini sudah terlalu egois. Enggan pergi meskipun harus menangis dalam perihnya sebuah penantian. 
Mungkinkah jika cinta ini salah, itu berarti penantian ini juga salah?
Benarkah aku menanti di tempat yang salah?
Seperti menanti kereta api di halte bus, sampai mati pun kereta api itu takkan datang.
Akankah cintaku seperti itu?
Jika aku sudah tahu cinta dan penantian ini salah, lalu mengapa aku masih bertahan?
Aku sendiri tidak tahu. 
Yang aku tahu cintaku padamu tanpa alasan, dan aku juga tak pernah punya alasan untuk berhenti mencintaimu.
Mungkin satu-satunya alasan mengapa aku mencintaimu dan tak mau berhenti adalah karena aku mampu bertahan, 
bertahan saat senyummu bukan untukku
bertahan saat kata-kata manismu bukan ditujukan padakau
bertahan saat bahagiamu bukan karena diriku
Tapi mengapa aku bisa bertahan? Lagi-lagi aku sendiri tidak tahu.

Cinta ini salah, bukan pada tempatnya
#BukanBintangKejora

@AstriRatnasari

Rabu, 06 Februari 2013

If I Were You, I Will...................

Jika saya menjadi anda, saya akan...........membaca semua postingan yang ada di blog ini. :p
Nah, sebelum asik membaca coba anda jawab pertanyaan saya dulu ya.

If you were me, what will you do?

Sudah menemukan jawaban? Semoga jawaban anda menyenangkan hati saya.
Yang belum menemukan jawaban, mungkin itu karena anda belum mengenal saya. Solusi : Kenalilah lebih dekat :)
Baiklah cukup basa-basi dari saya.

Bagi banyak orang mungkin program Orang Pinggiran yang tayang di TRANS 7 sudah tidak asing lagi. Sebuah program yang tentunya membantu kita untuk lebih peduli dan membuka mata tentang kehidupan, lalu bebenah diri. Tapi bukan tentang betapa bagusnya program ini yang ingin saya ceritakan sekarang. 
Sore tadi saya menonton program tersebut yang menayangkan seorang anak kecil bernama Resi yang kerja dengan berjualan di sekolah dan setelah pulang sekolah demi membantu meringankan beban neneknya. 
Tiba-tiba saja nenek saya berkata 
"Tuh liat, anak sekecil itu rajin banget. Lah kamu???"
Tanpa berpikir panjang saya langsung menjawab
"Ya kan itu karena keadaan"
"Keadaan? Emangnya kalo kamu keadaannya kaya dia, kamu bakal rajin kaya gitu?"
DEGGG... *detak jantung berhenti*

Pertanyaan yang membuat saya menyesal berucap tanpa berpikir dahulu.
Akhirnya saya mulai berpikir. Jika saya menjadi Resi, apakah saya akan sama rajinnya seperti dia?
Untuk saat ini mungkin saya bisa menjawab dengan mudah, Yaiyalah. 
Tapi pada kenyataannya jika hal itu benar-benar terjadi, saya belum tentu akan menjadi rajin seperti dia.Dengan kehidupan saya yang sekarang, berada dalam naungan keluarga sederhana yang hampir tak pernah kekurangan, masih ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama saya akan rajin karena jika tidak begitu saya tidak bisa makan dan sekolah. Yang kedua, saya akan memaki kehidupan saya yang serba kekurangan dan hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Mau memberi alternatif kemungkinan ketiga? Ah sebaiknya jangan, kedua kemungkinan ini saja sudah membuat saya berpikir keras.

Jadi, dimana letak kesalahan dari sesuatu yang saya sebut keadaan tadi?

Sekarang coba pertanyaannya saya balik. 
Jika Resi menjadi saya, apakah ia akan tetap rajin seperti itu? 
Ketika keadaannya berubah, menjadi tidak ada celah untuk anak seusianya untuk bekerja banting tulang. Akankah semuanya tetap sama? Bisa sama, bisa tidak.

Mungkin ini ada kaitannya dengan sifat manusia yang tidak pernah merasa puas. Selalu saja ada yang kurang. Dan coba lihat berapa banyak dari kita yang sering menyalahkan keadaan?? Terkadang kita merasa, ah kalau saya jadi dia juga akan seperti itu. Atau ah kalau dia jadi saya juga gak akan seperti itu.
Dia ga tau sih gimana rasanya jadi saya.
Did you see?? Inilah kita. Manusia. 

Hidup adalah pilihan, tapi tak selamanya kita bisa memilih.
Mengutip sedikit kata-kata dari Deddy Corbuzier yang mengatakan bahwa :
"Jika anda dibolehkan untuk memilih, anda ingin terlahir sebagai siapa?"
Nah loh!! 
Misal : Saya ingin terlahir sebagai Agnes Monica.
Pertanyaannya : Jika saya Agnes Monica, apakah anda akan mengenal saya sebagai Agnes Monica yang anda kenal seperti sekarang? Kita tak pernah tahu.

Sebagai penutup, saya hanya ingin menekankan bahwa keadaan bukanlah alasan untuk-kita-menjadi-seperti-apa. Berhentilah mengambinghitamkan keadaan. Tulisan ini bukan semata-mata untuk menasehati anda, karena sesungguhnya saya sedang menasehati diri saya sendiri, selebihnya adalah berbagi cerita. 
Terimakasih sudah membaca.

If I were you, I will.........................comment this post :)

Selasa, 05 Februari 2013

Apa Kabar, Ayah?

Ayah, aku rindu. Ternyata semudah itu menulisnya. Tapi untuk dikatakan di hadapanmu, rasanya sulit.
Kini aku bukan lagi gadis kecil berusia lima tahun yang bisa merengek minta apapun padamu sesuka hatiku. Bukan juga gadis manja lagi yang bisa membuatmu luluh dengan air mataku walaupun hanya setetes. Aku juga sudah tidak bisa dengan mudah mengikuti kemanapun Ayah pergi. Bibirku juga tidak seluwes dahulu untuk bisa mengatakan aku menyayangimu setiap saat kapanpun aku mau.
Kini aku sudah dewasa. Merengek bukan lagi pekerjaanku sehari-hari, air mataku bukanlah senjata yang ampuh lagi, aku punya tempat sendiri untuk aku kunjungi daripada mengikuti kemanapun Ayah pergi, dan bibirku tak bisa bergerak ketika aku ingin mengatakan bahwa aku menyayangimu, bahkan untuk mengatakan rindu aku hanya bisa berkata `Apa Kabar?` pada Ayah. 
Aku tidak mengerti, Ayah. 
Mungkinkah kedewasaanku ini telah menyakiti hati Ayah?
Tapi aku juga sudah tidak pernah mendengar kata sayang maupun rindu dari Ayah.
Mungkinkah kedewasaanku ini telah menyakiti hatiku juga?
Aku yakin di dalam hati Ayah, ayah selalu menyayangiku dan merindukanku setiap saat. 
Karena akupun begitu, selalu mengatakan hal itu dalam hati. 

Apa kabar, Ayah?
Apakah Ayah baik-baik saja?
Aku rindu Ayah.
Jaga kesehatan ya, aku sayang Ayah.

Maaf Ayah, dari keempat kalimat itu hanya satu yang bisa kukatakan secara langsung : Apa Kabar, Ayah?
Kuharap Ayah mengerti. 
Seperti aku yang mengerti arti dari sikap diam Ayah, sejak jarak ini tercipta dan sejak waktu   menghadapkanku pada dua pilihan yang sulit.
I Love You 

*Dari anak yang menutup telinganya setiap kali orang lain menceitakan hal buruk tentangmu, bahkan cerita dari mulut Ibu sekalipun. :)

The Spirit of Togetherness


Berawal dari sebuah cita-cita
 berjalan dengan harapan yang sama
sehingga mampu menciptakan
 sebuah kebersamaan
yang terangkum dalam ikatan persahabatan.
Terkemas rapi dalam untaian hari
 penuh semangat kebersamaan
dan menjadi pemuda bangsa
 yang bukan sekedar berimajinasi,
tapi juga memiliki obsesi
ambisi dan potensi
Insya Allah…



Semangat melambangkan Kekuatan
Kebersamaan melambangkan Kesatuan.
Karena seorang Sahabat,
selalu mengiringi Semangat dan merangkul Kebersamaan

Senin, 04 Februari 2013

Ini Tentang Kami, Bukan Kita

Tulisan ini dibuat atau bahasa kerennya didedikasikan untuk kalian, para sahabat yang merindukan persahabatan.

Kenapa harus Kami? Bukan Kita?
Karena aku bukan ingin cerita pada kalian, tapi pada orang yang lain yang mungkin mau tidak mau harus tau tentang ini.

Mulai ya....
Inilah kami, yang mengaku kompak tapi nyatanya tidak kompak. Mau bukti??


Katanya harus pasang ekspresi melotot, tapi hasilnya ternyata ada yang melanggar. Yap tersangkanya adalah kue Putu Ayu yang setau saya warnanya hijau-hijau itu. Mau tahu orangnya yang mana? Lihat saja yang penampilannya paling imut alias tidak melotot. hehe

Inilah kami, yang mengaku harus selalu bersama dalam keadaan apapun tapi nyatanya tidak selalu bersama. Mau bukti??


Sekedar informasi, harusnya saat itu jumlah kami lima orang. Tapi lihat! Hanya ada empat orang di dalam foto tersebut. Kemanakah satu lagi??? Bukankah seharusnya kami selalu bersama?? Jangan salah paham dulu, satu kue lagi yaitu kue moci itulah yang menjadi fotografer dalam foto ini. Penasaran yang mana orangnya? Lihat saja foto profil di blog ini. :p Tapi intinya, ada yang kurang dalam foto ini, dan penyebabnya adalah keadaan.

Inilah kami, yang mengaku mengerti satu sama lain tapi nyatanya sulit untuk mengerti. Mau bukti??


Lihat saja, apanya yang dimengerti?? Dalam satu frame saja kami berbeda-beda ekspresi. Padahal kami bisa melihat ekspresi kami di layar tablet milik kue cucur berkerudung pink itu sebelumnya. Lalu mengapa hasilnya masih berbeda-beda? Tak ada satupun dari kami yang mengerti (kami harus berekspresi seperti apa) saat itu.

Inilah kami, yang selalu berusaha mempertahankan persahabatan tapi nyatanya sulit untuk mempertahankan. Mau bukti??



seharusnya jumlah kami tak bisa dihitung hanya dengan hitungan jari-jari tangan. Itulah kami, seharusnya. Lalu siapa yang berani mengatakan kami saling mempertahankan???
Perlu digaris bawahi, kami berusaha mempertahankan.

Inilah kami, yang mengaku akan berjalan bersama, tapi nyatanya kami berjalan sendiri-sendiri. Mau bukti?? Ah rasanya tidak perlu.

Inilah kami  yang mengaku kompak
Inilah kami yang mengaku harus selalu bersama dalam keadaan apapun
Inilah kami yang selalu berusaha mempertahankan persahabatan
Inilah kami yang mengaku akan berjalan bersama
Tapi, inilah kami yang lupa akan adanya dimensi RUANG dan WAKTU yang akan mempengaruhi persahabatan ini.
Perlahan, namun pasti
Inilah kami yang kini bertegur sapa dalam tulisan
Tertawa melalui tulisan
Saling rindu tapi jarang mengungkapkan
Bersama tapi tak sama lagi

Inilah kami yang terkadang merindukan moment-moment ini :


Dan masih banyak moment lain yang tidak terekam oleh mata kamera.

Inilah kami yang merasa ingin kembali tapi tak tahu bagaimana caranya.
Namun kalian harus tahu, inilah kami......... :)


Aku menuliskan ini tidak ada maksud untuk menyinggung apalagi menyakiti hati siapapun. Aku hanya ingin memberitahu pada kalian bahwa kami memiliki persahabatan yang indah.
Meskipun kini telah banyak yang berubah, aku harap kami tetaplah kami.

Salam rindu untuk Jeje, Dhilla, Naila, Sulis, Hanum, Sholeh, Nindy, Tiwi, Dania, Olip, Inay, Reffi, Fadil, Allan, Arbi, Restu, Fahmi.
dan selamat datang untuk @Nitalaras... :)


Persahabatan itu tetap persahabatan bagaimanapun bentuknya. Sebut aku egois, sebut aku sombong, sebut aku munafik, sebut aku lebay, sebut aku apa saja sesuka kalian asalkan kalian tetap menganggap persahabatan ini ada.