Aku mengenalnya.
Dulu ia pernah mencintai seseorang dengan sepenuh hati.
Dia pernah mencintai seseorang walau harus menentang banyak nasihat teman.
Dia tidak pernah peduli se-egois apa pria itu
Dia tidak pernah peduli jika ceritanya tidak pernah didengar
Dia tidak pernah peduli jika kehadirannya hanya saat dibutuhkan
Dia tidak pernah peduli jika pria itu tak pernah ada untuknya
Ya, aku mengenalnya
Dia yang rela pergi sendirian ke Senayan hanya untuk bertemu dengan pria itu dalam waktu sekejap dan terkesan tak dianggap
Dia yang rela membujuk teman untuk menemaninya ke Blok-M, lagi-lagi untuk bertemu dengan pria itu dalam waktu sekejap dan terkesan tak dianggap
Dia yang rela terjaga sepanjang malam hanya karena mengkhawatirkan pria itu
Dia yang rela bersikap sok tegar agar menyemangati pria itu
Dia yang rela hampir tak pernah mengeluh jika sedang bersama pria itu
Tujuannya hanya satu, ia ingin menyuntikkan semangat pada pria itu
Aku sungguh mengenalnya
Dia pernah berkata tidak apa jika ia hanya menjadi pendengar cerita pria itu
Dia pernah berkata tidak apa jika ceritanya tak pernah didengar oleh pria itu
Dia pernah berkata tidak apa jika memang nyatanya ia merasa tak dianggap
Dia pernah berkata tidak apa karena ia yakin suatu hari nanti pria itu akan berubah
Aku benar-benar mengenalnya, hingga suatu hari ia tak lagi kukenali
Kini ia mulai lelah
Semangatnya mulai goyah
Ia seperti hilang arah
Ia menjadi lebih sering menangis jika aku menanyakan tentang pria itu
Kini aku benar-benar tak lagi mengenalinya
Wahai jiwa yang seraga denganku,
Selelah itukah dirimu?
Bukankah kau bilang hidup itu butuh perjuangan?
Sampai titik ini sajakah juangmu untuknya?
Apa yang telah ia lakukan hingga kau menyerah?
Apa arti dari tangismu yang selalu kurasakan mengalir di pipiku ini?
Wahai jiwa yang bernapas dengan paru-paru yang sama denganku,
Apakah rasanya sesesak itu?
Aku mulai bisa merasakan napasmu melemah setiap kubahas tentangnya
Aku mulai bisa merasakan seolah ada asap tebal di sekitarmu
Asap yang membuatmu terbatuk hingga kurasakan sakit ditenggorokanku
Wahai jiwa yang selama 22 tahun ini hidup bersamaku,
Percayalah juangmu tak pernah sia-sia
Hanya saja ia yang menyia-nyiakanmu
Aku senang akhirnya aku tidak lagi mengenalimu
Karena aku membenci sosok aku yang dulu kukenali
-Redrose-
Dulu ia pernah mencintai seseorang dengan sepenuh hati.
Dia pernah mencintai seseorang walau harus menentang banyak nasihat teman.
Dia tidak pernah peduli se-egois apa pria itu
Dia tidak pernah peduli jika ceritanya tidak pernah didengar
Dia tidak pernah peduli jika kehadirannya hanya saat dibutuhkan
Dia tidak pernah peduli jika pria itu tak pernah ada untuknya
Ya, aku mengenalnya
Dia yang rela pergi sendirian ke Senayan hanya untuk bertemu dengan pria itu dalam waktu sekejap dan terkesan tak dianggap
Dia yang rela membujuk teman untuk menemaninya ke Blok-M, lagi-lagi untuk bertemu dengan pria itu dalam waktu sekejap dan terkesan tak dianggap
Dia yang rela terjaga sepanjang malam hanya karena mengkhawatirkan pria itu
Dia yang rela bersikap sok tegar agar menyemangati pria itu
Dia yang rela hampir tak pernah mengeluh jika sedang bersama pria itu
Tujuannya hanya satu, ia ingin menyuntikkan semangat pada pria itu
Aku sungguh mengenalnya
Dia pernah berkata tidak apa jika ia hanya menjadi pendengar cerita pria itu
Dia pernah berkata tidak apa jika ceritanya tak pernah didengar oleh pria itu
Dia pernah berkata tidak apa jika memang nyatanya ia merasa tak dianggap
Dia pernah berkata tidak apa karena ia yakin suatu hari nanti pria itu akan berubah
Aku benar-benar mengenalnya, hingga suatu hari ia tak lagi kukenali
Kini ia mulai lelah
Semangatnya mulai goyah
Ia seperti hilang arah
Ia menjadi lebih sering menangis jika aku menanyakan tentang pria itu
Kini aku benar-benar tak lagi mengenalinya
Wahai jiwa yang seraga denganku,
Selelah itukah dirimu?
Bukankah kau bilang hidup itu butuh perjuangan?
Sampai titik ini sajakah juangmu untuknya?
Apa yang telah ia lakukan hingga kau menyerah?
Apa arti dari tangismu yang selalu kurasakan mengalir di pipiku ini?
Wahai jiwa yang bernapas dengan paru-paru yang sama denganku,
Apakah rasanya sesesak itu?
Aku mulai bisa merasakan napasmu melemah setiap kubahas tentangnya
Aku mulai bisa merasakan seolah ada asap tebal di sekitarmu
Asap yang membuatmu terbatuk hingga kurasakan sakit ditenggorokanku
Wahai jiwa yang selama 22 tahun ini hidup bersamaku,
Percayalah juangmu tak pernah sia-sia
Hanya saja ia yang menyia-nyiakanmu
Aku senang akhirnya aku tidak lagi mengenalimu
Karena aku membenci sosok aku yang dulu kukenali
-Redrose-