Suasana malam ini di Banjarmasin
masih sama seperti satu tahun yang lalu ketika aku datang ke tempat ini. Sangat
tenang. Perumahan di pinggir kota ini aku pilih sebagai tempat tinggal bersama
kakek dan nenekku. Sejak aku dipindahtugaskan penelitian dan konservasi di
Kalimantan, aku memutuskan untuk menetap di Banjarmasin. Tentu saja ini bukan
keputusan yang mudah. Namun Kalimantan adalah pulau yang sejak kecil ingin aku
tinggali. Dan ketika ada kesempatan, aku tidak ingin menyia-nyiakannya.
Jam dinding menunjukkan pukul 11
malam. Aku berbaring di tempat tidur berusaha memejamkan mata. Sebenarnya aku
lelah karena hari ini aku sudah melakukan perjalanan naik gunung sejauh 4 km,
namun entah mengapa mata ini sulit sekali untuk terpejam. Ketika mataku
berhasil terpejam, suara dering whatsapp memaksaku untuk membuka mata kembali.
“Apa kabar, Astri?”. Sebuah pesan whatsapp masuk dari Andromeda.
“Andro…” Batinku. Aku tidak
segera membalas pesan itu. Aku hanya bisa menatap layar handphone dengan
ekspresi tidak percaya. Jemariku dengan cepat menyentuh layar handphone untuk
membalas pesan tersebut.
“Alhamdulillah baik, kau bagaimana? Kemana saja tidak ada kabar?”.
Ah tidak jangan begitu. Bukankah aku yang tidak ada kabar. Aku tidak pamit
padanya ketika aku hendak pindah ke Kalimantan. Kuhapus kembali pesan itu.
“Alhamdulillah baik, kau bagaimana? Ada apa tiba-tiba mengirim pesan?”.
Ah yang ini juga terlalu ingin tahu seolah aku tidak suka dikirimi pesan
olehnya. Lagi-lagi pesan itu kuhapus.
“Alhamdulillah ba-…”. Belum selesai aku menuliskan pesan baru,
handphone-ku berdering. Apa-apaan ini? Andromeda meneleponku. Aku menarik napas
panjang-panjang dan…
“Assalamualaikum”. Kukatakan
dengan perlahan. Hatiku merasa aneh. Senang, terkejut, gugup tumbuh menjadi
satu. Rasanya seperti seorang remaja berusia 17 tahun yang sedang jatuh
cinta. Padahal usiaku kini sudah 25 tahun.
“Waalaikumsalam”. Jawabku singkat
kemudian terdiam. Keadaan hening seketika. Tak ada suara apapun juga dari
seberang sana. Kami sama-sama terdiam selama hampir dua menit. Hingga akhirnya Andromeda
mulai bicara kembali.
“Aku rindu”. Ucapnya singkat. Aku
terkejut bukan main mendengar hal itu. Andromeda? Rindu padaku? Mustahil. Namun
inilah yang kudengar sekarang. Aku berusaha mengatur napasku agar tidak terlalu
terlihat panik tidak karuan.
“Andro…kau.. emmm aku juga”. Aku
tidak tahu harus menanggapi apa walaupun sebenarnya aku juga sangat rindu.
Sejak lulus kuliah kami memang tidak pernah bertemu lagi. Aku sibuk dengan
pekerjaanku dan ia sibuk dengan bisnisnya. Bahkan kami tidak lagi berkomunikasi
satu sama lain melalui media apapun. Hingga aku pindah ke Kalimantan pun tidak
pamit padanya.
“Hemm baiklah sudah malam. Istirahat
ya. Assalamualaikum”. Belum sempat aku menjawab, Andro sudah menutup
teleponnya. Itulah Andro. Selalu saja membuatku bertanya-tanya tentang apa yang
ia lakukan. Untuk apa tiba-tiba menelepon? Hanya untuk mengatakan rindu? Ah apa
ia tidak ingin mengobrol lebih lama denganku? Entahlah. Andro selalu seperti
itu. Sulit ditebak dan semua tindakannya berhasil membuatku terkejut.
Bersambung........